- Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku
menyimpang dapat didefinisikan sebagai perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu di dalam
masyarakat.[1] Robert
MZ.Lawang berpendapat bahwa perilaku menyimpang adalah tindakan yang menyimpang
dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha
dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang tersebut.
Penyimpangan
adalah perbuatan yang mengabaikan norma dan penyimpangan ini terjadi jika
seseorang auat sebuah kelompok tidak mematuhi patokan baku di dalam masyarakat. Para
sosiolog menggunakan istilah penyimpangan (deviance)
untuk merujuk pada tiap pelanggaran norma, mulai dari pelanggaran sekecil
hingga bentuk penyimpangan yang sifatnya kompleks.[2]
Batasan
perilaku menyimpang ditentukan oleh norma-norma kemasyarakatan yang berlaku
dalam suatu kebudayaan. Jadi, suatu tindakan yang mungkin pantas dan diterima
dalam suatu situasi, mungkin tidak pantas diterapkan dalam situai lainnya.
Anggapan tentang suatu perilaku menyimpang dapat berbeda-beda antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya.
- Teori-teori Penyimpangan
Beberapa teori penyimpangan, antara lain[3]:
1.
Teori Differential Association
Dikemukakan oleh Edwin H. Suterland yang berpendapat bahwa penyimpangan
bersumber pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses
alih budaya. Misal, perilaku homoseksual.
2.
Teori Labelling
Dikemukakan oleh Edwin M.Lemerd, bahwa seseorang yang telah melakukan
penyimpangan pada tahap primer, lalu oleh masyarakat diberikan cap sebagai
penyimpang, maka orang tersebut terdorong untuk melakukan penyimpangan sekunder
dengan alasan “kepalang tanggung”.
3.
Teori Merton
Dikemukakan oleh Robert K. Merton, bahwa perilaku penyimpangan merupakan
bentuk adaptasi terhadap situasi tertentu. Cara beradaptasi tersebut terbagi
menjadi lima:
a.
Konformitas:
perilaku yang mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan masyarakat untuk
mencapai tujuan tersebut atau dengan cara yang konvensional dan melembaga.
b. Inovasi : perilaku yang mengikuti tujuan
yang ditentukan oleh masyarakat tetapi memakai cara yang dilarang oleh
masyarakat.
c. Ritualisme:perilaku yang telah
meninggalkan tujuan budaya, akan tetapi tetap menggunakan cara-cara yang
digariskan oleh masyarakat. Contoh: upacara adat yang masih dilaksanakan,
tetapi maknanya telah hilang.
d. Retretisme:perilaku yang meninggalkan
baik tujuan konvensional maupun cara pencapaiannya. Contoh: pecandu narkoba,
pemabuk,dll.
e.
Rebellion:penarikan
diri dari tujuan dan cara-cara konvensional yang disertai dengan upaya untuk
melembagakan tujuan dan cara baru. Contoh: para reformator agama.
4.
Teori Fungsi
Dikemukakan oleh Emile Durkheim, bahwa kesadaran moral dari semua
masyarakat adalah karena faktor keturunan, perbedaan lingkungan, fisik dan
lingkungan sosial. Ia juga
berpendapat bahwa kejahatan itu perlu, sebab agar moralitas dan hukum dapat
berkembang dengan moral.
C.Faktor-faktor Penyebab Perilaku Menyimpang[4]
Perilaku menyimpang biasanya
disebabkan oleh beberapa faktor penyebab, antara lain:
a. Sikap Mental Yang Tidak Sehat.
Perilaku dapat disebabkan
karena sikap mental yang tidak sehat. Sikap itu ditunjukkan dengan tidak merasa
bersalah atau menyesal atas perbuatannya, bahkan merasa senang. Misal: profesi
melacur.
b. Ketidakharmonisan Dalam Keluarga.
Tidak adanya keharmonisan
dalam keluarga dapat menjadi penyebab terjadinya perilaku menyimpang. Misal:
kalangan remaja yang menggunakan obat-obat terlarang karena faktor broken home.
c. Pelampiasan Rasa Kecewa.
Seseorang yang mengalami
kekecewaan apabila tidak dapat mengalihkan ke hal yang positif, maka ia akan
berusaha mencari pelarian untuk memuaskan rasa kecewanya teresbut. Misal: bunuh
diri.
d. Dorongan Kebutuhan Ekonomi.
e. Pengaruh Lingkungan Dan Media Massa.
f. Keinginan Untuk Dipuji.
Seseorang dapat bertindak
menyimpang karena keinginan untuk mendapat pujian, seperti seseorag yang
menginginkan kehidupan yang mewah. Agar keinginannya terwujud, ia rela
melakukan perilaku yang menyimpang seperti korupsi, menjual diri dan merampok.
g. Proses Belajar Yang Menyimpang.
Hal ini dapat terjadi melalui
interaksi sosial dengan orang-orang yang berperilaku menyimpang.
h. Adanya ikatan Sosial yang Berlainan.
Seseorang individu cenderung
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling ia hargai dan akan
lebih senang bergaul dengan kelompok itu daripada dengan kelompok lainnya. Dalam
proses ini, individu akan memperoleh
pola sikap dan perilaku kelompoknya. Jika kelompok yang digauli menyimpang,
kemungkinan besar individu tersebut akan berperilaku menyimpang juga.
i.
Proses Sosialisasi Nilai-nilai Subkebudayaan Menyimpang
Perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat dapat disebabkan karena
seseorang memilih nilai subkebudayaan yang
menyimpang, yaitu sub kebudayaan khusus yang normanya bertentangan
dengan norma budaya yang dominan.
j. Ketidaksanggupan Menyerap Norma
Ketidaksanggupan untuk
menyerap norma ke dalam kepribadian seseorang diakibatkan karena ia mempelajari
proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga ia tidak sanggup menjalankan
perannya sesuai dengan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat.
Kepribadian
yang menyimpang dalam diri seseorang dapat terbentuk karena adanya media
pencetus yang dapat mendororng terbentuknya kepribadian menyimpang itu. Media
pembentukan kepribadian yang menyimpang antara lain:
keluarga, lingkungan tempat tinggal, kelompok bermain
dan media massa
D. Bentuk-bentuk Perilaku yang Menyimpang
1.
Penyimpangan Primer
Penyimpanagn primer merupakan penyimpangan yang
bersifat temporer atau sementara dan hanya menguasai sebagian kecil kehidupan
seseorang. Cirinya adalah bersifat sementara, gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku
menyimpang dan masyarakat masih mentolerir/menerima.
2.
Penyiimpangan Sekunder
Merupakan perbuatan yang dilakukan secara khas
dengan memperlihatkan perilaku menyimpang. Ciri penyimpangan sekunder adalah gaya hidupnya didominasi
oleh perilaku menyimpang dan masyarakat tidak bisa mentolerir perilaku
menyimpang tersebut.
3.
Penyimpangan Individu
Adalah penyimpangan yang dilakukan oleh seorang
individu dengan melakukan tindakan-tindakan yagn menyimpang dari norma-norma
yang berlaku.
4.
Penyimpangan Kelompok
Merupakan penyimpangan yang dilakukan secara
berkelompok dengan melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari norma yang
berlaku.
5.
Penyimpangan Situasional
Penyimpangan ini disebabkan oleh pengaruh
bermacam-macam kekuatan situasional/sosial diluar individu dan memaksa individu
tersebut untuk berbuat menyimpang. Contoh: seorang suami terpaksa melakukan
pencurian karena tidak tahan melihat anak istrinya kelaparan.
6.
Penyimpangan Sistematik
Merupakan
suatu system tingkah laku yang disertai organisasi sosial khusus, status
formal, peran-peran, nilai, norma dan moral tertentu yang semua berbeda dengan
situasi umum. Segal fikiran dan perbuatan menyimpang itu kemudian dibenarkan
oleh semua anggota kelompok. Contoh: dalam sebuah geng terdapat
aturan-aturan tertentu yang biasanya harus dipatuhi semua anggotanya.
7.
Penyimpangan Positif
Merupakan
bentuk peyimpangan yang mempunyai dampak positif karena mengandung unsure
inovatif, kreatif dan memperkaya alternative. Jadi penyimpangan positif
merupakan penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang didambakan,
meskipun cara yang dilakuakan tampaknya menyimpang dari norma yang berlaku.
Contoh: ibu rumah tangga dengan terpasa menjadi sopir angkot karena desakan
ekonomi.
8.
Penyimpangan Negatif
Merupakan penyimpangan yang cenderung bertindak
kea rah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk. Dalam
penyimpangan negatif, tindakan yang dilakukan akan dicela oleh masyarakat dan
pelakukanya akan tidak dapat ditolerir oleh masyarakat.
Menurut Dwi Narwoko, yang termasuk dalam perilaku
menyimpang adalah
a.
Tindakan non-conform (yang tidak sesuai dengan nilai
dan norma)
b.
Tindakan anti sosial (tindakan yang melawan kebiasaan
masyarakat)
c. Tindakan criminal, tindakan melanggar
hukum tertulis, melanggar norma serta tindakan yang mebahayakan jiwa.[5]
- Pengertian Perilaku Kolektif
Perilaku
kolektif tidaklah selalu diartikan sebagai sesuatu yang buruk, walaupun
biasanya dampaknya akan muncul sesuatu yang merugikan bagi pihak lain. Perilaku
kolektif bisa saja berupa perilaku yang memiliki tujuan baik, tetapi dilakukan
diluar aturan yang ada misalnya pada saat nasabah bank menarik secara
bersama-sama uang yang disimpan di bank yang akan dilikuidasi. Selanjutnya arti sebenarnya dari
perilaku kolektif ini bisa dikatakan sebagai perilaku yang menyimpang yaitu
perilaku yang berada diluar aturan atau institusi tetapi dilakukan oleh sejumlah orang.[6]
Tetapi kenyataanya banyak perilaku masyarakat yang
tidak sesuai dengan aturan yang ada
dalam masyarakat. Apabila perilaku tersebut dilakukan oleh individu tertentu
maka itulah yang dinamakan dengan perilaku menyimpang, tapi kalau dilakukan
oleh sekelompok individu maka dinamakan dengan perilaku kolektif.
Definisi perilaku kolektif seperti ditulis Yusron
Razak (editor) dalam Sosiologi Sebuah Pengantar adalah sebagai berikut, Horton
dan Hunt berpendapat bahwa perilaku kolektif ialah mobilisasi berlandaskan
pandangan yang mendefinisikan kembali tindakan sosial, menurut Milgran dan
Touch ialah suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif, tidak
terorganisasi serta hampir tidak bisa diduga sebelumnya, proses kelanjutannya
tidak terencana dan hanya tergantung pada stimulasi timbal balik yang muncul
dikalangan para pelakunya, dan senada pula dengan pendapat Robetson .
Dari
contoh-contoh tersebut diatas bisa
disimpulkan yang dimaksud dengan prilaku
kolektif biasanya memiliki ciri:
a. Dilakukan
bersama oleh sejumlah orang..
b. Tidak
bersifat rutin.
c.
Bersifat spontanitas dan tidak terstruktur.
d. Dipacu
oleh rangsangan tertentu.
- Faktor Penentu Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif bisa terjadi dalam masyarakat mana
saja baik masyarakat yang masih sederhana maupun masyarakat yang sudah sangat
kompleks. Menurut teori Le Bon
perilaku kolektif ditentukan oleh enam faktor yang berlangsung secara
berurutan, yaitu[7]:
a. Situasi
Sosial
Situasi sosial sebagian merupakan
kekuatan alam diluar kekuatan manusia, sebagian lagi merupakan faktor yang
terkait dengan ada tidaknya pengaturan melalui institusi sosial. Misalnya
apabila dana nasabah bank tidak dilindungi hukum, maka nasabah akan lebih mudah
terpicu untuk beramai-ramai menarik dananya apabila ada berita bank akan di
likuidasi.
b. Ketegangan
structural
Kesenjangan dan ketidak serasian antar kelompok sosial, etik, agama dan ekonomi yang bermukim
berdekatan memungkinkan terjadinya ketegangan.
c. Berkembang
dan menyebarnya suatu kepercayaan umum,
Misalnya desas-desus, isu, kabar
tertentu tentang penghinaan agama, proses pemilian pejabat, penghitungan suara
pemilu dapat memacu perilaku kolektif
d.
Faktor
yang mendahului
Merupakan
faktor penunjang kecurigaan dan kecemasan yang dikandung masyarakat.
Desas-desus yang berkembag dan dipercayai itu memperoleh penegasan. Misalnya
isu BBM naik ternyata benar semakin mendorong perilaku kolektif dll.
e.
Mobilisasi
para peserta untuk melakukan tindakan
perilaku
kolektif akan terwujud apabila khalayak dimobilisasikan oleh pimpinan untuk
bertindak.
f. Berlangsungnya suatu pengendalian sosial
Merupakan
suatu kekuatan yang dapat mencegah, menganggu ataupun menghambat ke 5 faktor
diatas. Misalnya kehadiran aparat keamanan atau tokoh masyarakat yang disegani.
Dari keenam faktor tersebut
merupakan satu rangkaian, artinya faktor penentu dari perilaku kolektif, itu
bisa terjadi satu rangkian yang berurutan.
- Bentuk Perilaku Kolektif
Perilaku kolektif merupakan perilaku menyimpang namun perilaku
kolektif ni merupakan tindakan bersama oleh sejumlah besar orang, bukan
tindakan individu semata. Bila seseorang melakukan pencurian, hal tersebut
dapat dikatakan sebagai perilaku menyimpang. Namun bila tindakan pencurian itu
dilakukan oleh sejumlah besar orang secara bersama-sama, dapat dikatakan
sebagai perilaku kolektif.
Perusakan tempat ibadah, perkelahian masal antar
pelajar, pencurian besat-besaran, huru-hara dalam kampanye pemilihan umum
merupakan perilaku bersama yang hanya terjadi sewaktu-waktu. Oleh sebab itu,
dikatakan oleh Kornblum bahwa perilaku kolekti merupakan perilaku yang tidak
rutin.
[1] Bruce J. Coehan. Sosiologi: Suatu pengantar.(Jakarta: Rineka Cipta. 1992). Hal. 218.
[2] James M. Henslin. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi(Jakarta: Erlangga.
2007).hal.148.
[4] Bruce J. Coehan. Sosiologi: Suatu pengantar.(Jakarta: Rineka Cipta. 1992). Hal. 221.
[5] Dwi Narwoko. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta. Kencana. 2007. hal.101
[6] Kamanto
Sunarto. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
2004. hal 196.
[7] Ibid., hal.202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar